Selasa, 01 Maret 2011

Uji skrining kanker payudara

Deteksi dini penyakit memungkinkan harapan yang terbaik untuk penyembuhan dengan intervensi minimal. Kesuksesan terapi seringkali bergantung bergantung pada penyeberan (stadium) dan sifat biologis (derajat dan sifat) penyakit. keduanya dapat memburuk seiring dengan waktu. Strategi skrining yang berhasil seharusnya:
• Ditujukan pada suatu penyakit yang banyak ditemukan dan berbahaya.
• Menggunakan tes skrining yang sederhana, aman murah dan valid.
• Memungkinkan terapi kuratif, yang apabila dimulai lebih awal memiliki dampak yang signifikan terhadap harapan hidup.

Walaupun bersitat observasional, penelitian kohort dan penelitian terkontrol acak (randomized controlled trial) telah menunjukkan keuntungan beberapa program skrining namun masih terdapat beberapa masalah:
• Skrining dapat memicu kegelisahan.
• Skrining mungkin hanya menambah masa laten (waktu sebelum timbulnya gejala)

Skrining mungkin hanya meningkatkan deteksi kanker-kanker yang lebih indolen, yang mungkin tidak akan pernah tampak secara klinis. Apabila dimasukkan ke dalam kanker yang memiliki kaitan klinis, kanker-kanker tersebut tampaknya meningkalkan persentase kasus dini dan harapan hidup secara keseluruhan. Pada skrining salah satu indikasi paling awal penurunan mortalitas di masa depan adalah penurunan jumlah absolut (bukan persentase) pada kasus dengan penyakit tahap lanjut.
Dampak skrining telah dibatasi oleh populasi target yang sangat besar. kesulitan tindak lanjut, kepatuhan yang rendah, dan sensitifitas tes yang buruk dengan jumlah positif palsu yang tinggi.
Pada tahun 1963 dilakukan uji skrining kanker acak yang pertama kali dengan melaktukan mamografi pada kanker payudara, menggunakan kematian sebagai titik akhir. Kemudian diikuti dengan beberapa penelitian yang mendukung pendekatan ini. Jelas bahwa skrining dengan mamografi pada wanita berusia 50-69 tahun mengurangi angka kematian kanker payudara sebesar 30%. Terdapat kontroversi mengenai skrining pada wanita usia 40-49 tahun karena:
• Walaupun kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita usia tersebut. Namun insidensi dan angka kematiannya lebih rendah pada kelompok usia ini.
• Sampai saat ini, penelitian terkontrol acak yang dilakukan terlalu kecil untuk memherikan hasil statistik yang tidak meragukan.
• Sensitivitas mamografi lebih rendah pada jaringan payudara yang lebih padat.
• Terdapat angka kejadian relatif karsinoma duktus in situ (DCIS) yang lebih tinggi.

Mamografi
dua sisi menegakkan diagnosis pasien dua kali lebih banyak pada penyakit payudara jinak dibandingkan dengan kanker. Penempatan kawat dan pembedahan konservatif mendeteksi lebih banyak kanker payudara tanpa nodul dengan prognosis baik yang ukurannya < 1 cm (angka harapan hidup 5 tahun 80-90%).
Petunjuk standar saat ini menyatakan bahwa:
• Wanita sebaiknya melakukan pemeriksaan payudara sendiri setiap bulan.
• Dokter perlu melakukan pemeriksaan payudara oportunistik.
• Mamografi sebaiknya dilakukan setiap 1-3 tahun. Dan setiap tahun pada mereka yang menderita kanker payudara sebelumnya. hiperplasia duktus atipik atau riwayat kanker payudara yang kuat dalam keluarga.

Faktor risiko kanker payudara
Penentuan bahwa beberapa kanker payudara diturunkan secara genetik telah menimbulkan pertanyaan mengenai skrining genetik. Saat ini, pemeriksaan BRCA-1 dan -2 mungkin ditawarkan pada wanita muda dengan riwayat kuat akan adanya keluarga dengan hanker payudara dan ovarium yang terjadi pada usia muda. Penanganan terbaik pada mereka yang ditemukan bahwa gen-gen tersebut tidak jelas walaupun pembedahan pencegahan (mastektomi dan ooforektomi dan tamoksifen) tampak menjanjikan.
Daftar Pustaka
At a Glance Medicine